MAKALAH METODE PEMBELAJARAN PAI (FIQIH) THAHARAH (BERSUCI)

MAKALAH METODE PEMBELAJARAN PAI (FIQIH)
THAHARAH (BERSUCI)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Metode Pembelajaran PAI Fiqh
Dosen Pengampu : M. Yusuf, M.PdI


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Dalam berbagai macam kitab yang menjelaskan tentang fiqih selalu saja babthaharah berada pada bab yang paling awal atau paling utama. Hal itu terjadi dikarenakan thaharah adalah bagian yang paling penting dipelajari. Melaksanakan shalat tanpa thaharah maka tentu saja shalat yang dikerjakan tidak sah. Dalam artian jika ada seseorang yang mengerjakan shalat tanpa bersesuci terlebih dahulu maka shalat yang ia kerjakan itu sia-sia. karena pada dasarnya islam memang mewajibkan setiap orang yang ingin melaksanakan shlat itu harus suci.
Mungkin masih banyak dikalangan orang awam yang tidak tahu persis tentang pentingnya thaharah. Namun tidak bisa dipungkiri juga bahsanya juga ada orang yang tahu akan thaharah namun mengabaikannya. maka dari pada itu penulis akan mencoba sedikit menjelaskan apa-apa yang penulis ketahui tentang thaharah dari berbagai sumber. Mudah-mudahan saja melalui makalah ini umat islam sadar akan pentingnyathaharah dan tidak mengabaikan pentingnya thaharah kembali.
1.2    Rumusan Masalah
1.    Pengertian dan langkah langkah mengaplikasikan metode 30 T?
2.    Kekurangan dan kelebihan metode 30 T?
3.    Praktik metode 30 T pd materi PAI : Fiqh Bab Thaharoh?
1.3    Tujuan Penulisan
1.    Pengertian dan Langkah langkah mengaplikasikan metode 30 T.
2.    Kekurangan dan kelebihan metode 30 T.
3.    Praktik metode 30 T pd materi PAI : Fiqh Bab Thaharah.



BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian dan Karakter Metode 30 T
1)    TA’LIIM (MEMBERI TAHU)
Ta’liim secara harfiah artinya memberitahukan sesuatu kepada seseorang yang belum tahu. Dalam perbendaharaan bahasa Arab modern, kata ta’liim dipergunakan dalam pengertian pengajaran.
Metode ta’liim merupakan metode dasar dalam pendidikan, bahkan dalam aktivitas komunikasi antara seseorang dengan orang lain. Sebelum pembicaraan lebih jauh dilakukan, supaya tidak terjadi salah paham, maka pihak – pihak yang bersangkutan harus menyamakan pengertian tentang obyek yang dibicarakan.
              Metode ta’liim dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain :
a. ma’radhun, yaitu memperlihatkan benda atau gambar secara konkret disertai namanya.
b. naba-un, yaitu menyebutkan nama benda atau keadaan yang pernah diketahui, tetapi tidak tahu namanya.
2)    TABYIIN (MEMBERI PENJELASAN)
Tabyiin yaitu memberi penjelasan lebih jauh kepada lawan bicara setelah dia mengajukan permintaan penjelasan lebih jauh atas pemberitahuan yang diterimanya karena ingin mendapatkan penjelasan lebih mendalam mengenai obyek pembicaraan. Contoh dalam qur’an surat Baqarah : 67-71.
Fungsi metode tabyiin dalam pengajaran dan pendidikan adalah memberikan kejelasan tentang suatu obyek yang dita’liim kan guru kepada muridnya. Dengan sendirinya guru dituntut memiliki pengetahuan lebih luas daripada muridnya mengenai obyek yang dibicarakan dengan muridnya.
3)    TAFSHIIL (MERINCI)
Tafshiil  adalah cara untuk memberi keterangan secara detail mengenai suatu masalah agar siswa memperoleh pengertian secara utuh dan mendalam mengenai berbagai sifat dari obyek yang dibicarakan, sehingga diharapkan apa yang hendak dilakukan berkenaan dengan obyek pembicaraan itu terlaksanadengan utuh dan benar. Contoh dalam qur’an surat Huud : 1-3.
Metode tafshiil biasanya digunakan untuk memberikan penjelasan kepada siswa berkaitan dengan suatu hal yang harus dilakukannya secar benar. Penerapan metode tafshiil diberikan kepada murid yang hendak melakukan suatu tugas atau pekerjaan atau mengikuti suatu yang benar dilaksanakan secar utuh dan benar.
Cara menerapkan metode tafshiil bisa dilakukan dengan :
a. memberikan sejumlah daftar yang harus dilakukan
b. memberikan catatan rincian yang harus diketahui.
c. memberikan batasan – batasantentang tugas atau kewajiban yang akan dikerjakan agar tidak terjadi kekeliruan dan kesalahan.
Dalam mendidik siswa untuk pintar dan cerdas, guru tidak terlepas dari membuat peraturan, tata tertib, tanggungjawab, dan kegiatan bersama yng dijalankan. Agar peraturan dan tata tertib dapat dijalankan oleh anak dengan tepat, diperlukan adanya rincian yang jelas. Maksud rincian ini adalah untuk memudahkan siswa mengerti apa yang dijalankannya, juga sekaligus menjadi alat kontrol bagi dirinya sendiri maupun pihak lain tentang apa yang sudah dan belum dikerjakan.


4)    TAFHIIM (MEMAHAMKAN)
Tafhiim  ialah memberikan pengertian tentagn suatu masalah dengan merumuskan obyek secara utuh, baik benda, keadaan, persoalan, atau kasus. Contoh dalam qur’an surat Al-Anbiyaa’ : 78-79.
Metode tafhiim ini tepat digunakan oleh guru dalam upaya mendidik siswa agar mereka dapat mengatasi permasalahannya sehari – hari secara adil dan benar. Metode tafhiim diterapkan kepada siswa yang ingin mendapatkan kesamaan persepsi dengan guru sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat mengenai obyek yang dipersoalkan.
5)    TARJIIH (MEMILIH YANG LEBIH MENDEKATI KEBENARAN)
Bila terdapat dua pendapat mengenai suatu masalah, maka harus dipertimbangkan mana diantara kedua pendapat itu yang lebih kuat alasannya atau lebih mendekati kemasalahatan agaam dan kehidupan. Pendapat yang lebih kuat alasannya atau yang lebih mendekati kemashalahatan agama dan kehidupan itulah yang kita pilih. Tindakan memilih seperti ini disebut menggunakan metode tarjiih. Contohnya terdapat dalam qur’an surat Al-Anfaal : 67 – 68.
Metode tarjiih merupakan pilihan akhir setelah usaha – usaha pemaduankepentingan pihak yang berbeda tidak dapat dipertemukan. Penerapan metode tarjiih digunakan ketika guru menghadapi dua alasan yang kelihatannya sama kuat mengenai suatu masalah sehingga diperlukan pengkajian mana diantara dua alasan itu yang lebih mendekati kebenanran atau lebih mendekati realita manfaat.
6)    TAQRIIB ( MELAKUKAN PENDEKATAN)
Taqriib (melakukan pendekatan) disini dimaksudkan bila diantara pihak yang berkepentingan ada jarak atau rintangan yang menjauhkan hubungan keduanya, sehingga diantara keduanya tidak bisa terjalin harmonisasi. Untuk itu, diperlukan pendekatansebagai upaya menghilangkan rintangan atau menyingkirkan sekatan yang mengakibatkan terpisahnya kedua belah pihak. Contonya dalam qur’an surat Saba’ : 37 dan surat Az-Zumar : 3.
7)    TAHKIIM (MENGANGKAT PENENGAH)
Tahkiim yaitu mengangkat pihak ketiga sebagai hakim atau penengah untuk memutuskan secara adil sengketa antara kedua belah pihak. Contohnya dalam qur’an surat An-Nisaa’ : 35.Para hakam (penengah) bertugas untuk mencari titik – titik temu, kemudian menelaah hal – hal yang dipersengketakan untuk diketahui benar dan salahnya. Metode tahkiim tentu saja menuntut kejujuran pihak lain yang dipercayai sebagai penengah.
8)    TA-SYIIR (MEMPERGUNAKAN ISYARAT)
Ta-syiir yaitu menggunakan benda atau gerak sebagai isyarat. Misalnya menggunakan telunjuk, kediapan mata, menganggukan kepala, dan hal – hal lain yang dapat dipergunakan atau menggambarkan kemauan pemberi isyarat kepda lawannya agar yang bersangkutan mengerti kemauan pemberi isyarat.  Contohnya dalam al-qur’an surat Maryam : 27 – 29.
9)    TAQRIIR (MEMBERI PERSETUJUAN SECARA TERSIRAT)
Taqriir adalah memberi pengakuan atau persetujuan tanpa kata. Tanpa kata bisa berupa sikap diam atau tersenyum atau membiarkan yang bersangkutan meneruskan apa yang dilakukan.
10)    TALWIIH (MENYALAHKAN ATAU MEMBENARKAN SECARA SIMBOLIS)
Talwiih yaitu menggunakan simbol tertentu atau kiasan untuk membenarkan atau menyalahkan lawan bicaranya. Talwiih ini bersifat simbolis; atau dengan kata lain, penggunaan kata kiasan terhadap lawan bicaranya untuk menyatakan persetujuan atau penolakan. Contohnya dalam qur’an surat Al-Kahfi : 22.Metode talwiih dimaksudkan untuk melatih kepekaan perasaan dan kemampuan berpikir secara tajam kepada siswa.

11)    TARWIIH ( MEMBERI PENYEGARAN FISIK DAN MENTAL)
Tarwiih yaitu menyegarkan diri dengan melakukan hal yang memberikan kesenangan dan kesegaran, baik rohani maupun jasmani.
12)    TAQSHIIR ( MENGURANGI)
Taqshiir ialah mengurangi atau meringakan beban yang semestinya dipikul oleh yang diberi tugas, sehingga terasa tugas menjadi lebih ringan dan pekerjaan atau tugas dapat diselesaikan dengan baik.
13)    TABSYIIR (MENJANJIKAN BALASAN YANG BAIK)
Tabsyiir yaitu menggembirakan dengan menjanjikan hal – hak yang menyenangkan pada masa yang akan datang bilamana yang bersangkutan mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya atau menjauhi hal – hal yang dilarang untuk dilakukan.
14)    TAMTII’ (MEMBERI HADIAH TAMBAHAN)
Tamtii’ yaitu pemberian tambahan diluar dari ketetapan yang sudah diberlakukan.
15)    TA’ZIIZ (MEMBERI KEHORMATAN)
Ta’ziiz yaitu memberikan tanda kehormatan atau penghargaan kepada yang bersangkutan karena kebaikan yang dilakukannya.
16)    TARGHIIB (MEMOTIVASI UNTUK MENCINTAI KEBENARAN)
Kata targhiib berasal dari kata raghbah, yang mengikuti pola kata taf’iil. Kata raghbah secara harfiah berarti cinta, senang kepada yang baik. Sedang kata targhiib berarti mendorong atau memotivasi diri untuk mencintai kebaikan. Perbedaan targhiib dan tabsyiir ialah kalau tabsyiir adalah mencintai kebaikan karena dorongan mendapatkan imbalan konkrit, sedangkan targhiib ialah mencintai kebaikan demi menngkatkan kualitas kebajikan dirinya walaupun tidak mendapatkan imbalan konkrit.
17)    TA’TSIIR (MENGGUNGAH RASA KEPEDULIAAN SOSIAL)
Membangkitkan rasa kepeduliaan orang – orang pada hal – hal yang bersifat peka atas penderitaan orang lain atau kepentingan – kepentingan orang lain disebut ta’syiir.
18)    TAHRIIDL (MENGOBARKAN SEMANGAT)
Tahriidl ialah membangkitkan dan mengobarkan semangat untuk menghadapi rintangan besar atau kekuatan yang lebih besar.
19)    TAHDLIIDL (MENGAJAK)
Tahdliidl yaitu menyampaikan ajakan kepada orang – orang yang mampu melakukan sesuatu perbuatan baik, tetapi tidak melakukannya, yang boleh jadi karena tidak tahu atau karena lemah semangatnya; karena itu mereka perlu diajak.
20)    TADAARUS (MENGULANG – ULANG)
Tadaarus adalah mempelajari sesuatu masalah bersama – sama secara berulang – ulang kali atau dengan cara seorang membaca dan yang lainnya menyimak untuk mengoreksi kesalahanya.
21)    TAZWIID (MEMBERI BEKAL)
Tazwiid yaitu menyiapkan bekal, baik material maupun moral untuk menghadapi kebutuhan masa depan atau tugas – tugas yang akan datang. Bentuk pembekalan dapat berupa latihan keterampilan, perluasan wawasan, ataupun pemberian bersifat materil.


22)    TAJRIIB (MENGADAKAN MASA PERCOBAAN)
Tajriib artinya mengadakan percobaan. Maksudnya, melakukan percobaan terhadap seseorang atau obyek dalam masa tertentu guna mengetahui keadaan obyek bersangkutan dalam melakukan sesuatu atau fungsi sesuatu.
23)    TANDZIIR (MEMPERINGATKAN RESIKO YANG AKAN DATANG)
Tandziir artinya memperingatkan seseorang supaya berhati – hati akan hal yang tidak baik untuk dilakukan oleh dirinya atau kebaikan oleh dirinya dan aikibanya dikemudian hari.
24)    TAUBIKH (MENCERCA)
Taubikh artinya mencerca orang yang berkelakuan tidak patut ketika dia (yang mecerca) mengetahui kebenaran yang harus diikutinya.
25)    TAHRIIM (MELARANG)
Tahriim yaitu melarang atau mengharamkan sesuatu untuk dilakukan.
26)    TAHJIIR (MENJAUHKAN DIRI)
Tahjiir yaitu meninggalkan atau menjauhkan diri dari orang yang berbuat tidak baik serta yang bersangkutan tidak mempan dilurukan kesalahannya.
27)    TABDIIL (MENUKAR ATAU MENGGANTI DENGAN YANG LEBIH BAIK)
Apabila kita menentukan suatu cara yang lebih baik daripada yang sudah kita lakukan, kemudian yang lama kita tinggalkanuntuk diganti yang labih baik, maka itulah yang disebut melakukan tabdiil.
28)    TARHIIB (MENGANCAM DENGAN KEKERASAN)
Tarhiib artinya menimbulkan perasaan yang hebat kepada lawan.
29)    TAGHRIIB (MENGASINGKAN DARI RUMAH)
Taghriib ialah mengasingkan seseorang dari lingkungannay atau membuang jauh ke tempat lain agar dia tidak merusak lingkungan tempat ra konkrit. tinggal semula.
30)    TA’DZIIB (MEMBERI HUKUMAN FISIK)
Ta’dziib  artinya hukuman fisik terhadap orang yang melakukan kesalahan berat atau dosa berat agar yang bersangkutan merasakan akibat buruk dari perbuatannya.
2.2    THAHARAH / BERSUCI
1.    Pengertian Thaharoh, Menurut Bahasa dan Istilah.
Thaharah secara bahasa adalah bersih atau suci dari kotoran seperti najis kencing, dan lain sebagainya, atau secara maknawi bersih dari aib dan maksiat. Adapun menurut syariat thaharah adalah bersih dari najis dan hadas.
Kesucian dalam ajaran Islam dijadikan syarat sahnya sebuah ibadah, seperti shalat, thawaf, dan sebagainya. Bahkan manusia sejak lahir hingga wafatnya juga tidak bisa lepas dari masalah kesucian. Oleh karena itu para ulama bersepakat bahwa berthaharah adalah sebuah kewajiban. Sehingga Allah sangat menyukai orang yang mensucikan diri sebagaimana firman berikut ini:
...إِنَّاللَّهَيُحِبُّالتَّوَّابِيْنَوَيُحِبُّالْمُتَطَهِّرِيْنَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersuci(QS. al-Baqarah/2: 222)
Dalam sebuah hadis dijelaskan pula:
الطُّهُوْرُشَطْرُاْلإِيمْاَنِ
“Kesucian itu sebagian dari iman.”

Dalam hal ini kita menggunakan metode pembelajaran Tafhim. Karena thaharoh merupakan dasar dari ibadah. Karenanya tidak cukup hanya sekadar memberi tahu saja, kita sebagai guru pendidikan agama Islam harus lebih menekankan bahwa thaharoh benar-benar penting untuk dipelajari. Jika dasarnya atau kunci ibadahnya saja salah bagaimana dengan ibadahnya?.
2.    Dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Terkait dengan Thaharoh.
a)     Dalil dari Al Quran
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamudan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,agar kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah: 6)
b)    Dalil dari As-Sunnah
•    Dari sahabat Abu Hurairrah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda;
Artinya:” Tidak akan diterima shalat salah seorang diantara kalian apabila ia berhadas hingga ia berwuduh.
•    Dari sahabat Ibnu Umar, ia berkata, sesungguhnya saya mendengar Rasulullah SAW bersabda;
Artinya:” Allah tidak menerima shalat yang dilakukan tanpa bersuci dan tidak menerima sadaqah dari hasil penipuan (khianat).
•    Dari sahabat Ibnu Abbas, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda;
Atinya:”Sesungguhnya aku diperintahkan (oleh Allah) untuk wuduh apabila aku hendak shalat.





c)    Dalil dari Ijma’
Imam Ibnul Mundzir (wafat tahun 318/H) berkata, para ulama telah Ijma’ atau bersepakat bahwa shalat yang dilakukan seseorang tanpa bersuci tidak sah, jika ia mampu melakukannya.
Dalam hal ini menggunakan metode pembelajaran Ta’liim. Karena kebanyakan dari peserta didik hanya memahami konteks bahasa saja. Jadi jika berkenaan dengan dalil hanya sebatas mengingat surat apa dan ayat berapa.
3.    Pengertian hadats dan najis, serta membedakannya.
a)    Pengertian Hadas
Hadas adalah sebuah keadaan atau kondisi syar’i dimana seseorang diharuskan bersuci, tanpanya ibadah batal (tidak sah).  Keadaan syar’i yang dimaksud adalah keadaan-keadaan yang digambarkan di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Hadas dibagi menjadi dua, besar dan kecil. Hadas besar ada dua kondisi yakni, setelah bersenggama (junub) dan setelah haid dan nifas.
b)    Pengertian Najis
Menurut bahasa: apa saja yang kotor. Sedangkan menurut syara’ berarti kotoran yang mengakibatkan shalat tidak sah, seperti darah dan air kencing.
c)    Perbedaan antara najis dan hadas
a.    Hadas itu datang dari dalam diri kita yang membuat kita tidak dalam keadaan suci. Najis itu datang dari luar kita dan najis tersebut menembel/terkena tubuh kita, sehingga kita juga tidak dalam keadaan suci (hrs mengulang wudlu).
b.    Hadats adalah sebuah hukum atau keadaan (yang tidak bisa diindra secara kasat mata atau diraba, pen), sementara najis adalah benda atau zat.
Dalam hal ini kita menggunakan metode pembelajaran tabyin karena metode ini cocok untuk memahamkan peserta didik dalam hal memberikan penjelasan hadas dan najis. Kemudian menggunakan metode tafhim untuk memahamkan pengertian keduanya. Dan yang terakhir menggunakan metode tafshil berguna untuk merinci dari perbedaan keduanya.
4.    Macam-macam hadats dengan memberikan contohnya.
a)    Hadas Besar
Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah:
1.    Bertemunya dua buah kelamin laki-laki dengan perempuan (bersetubuh) baik keluar mani ataupun tidak. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya: “Apabila bertemu dua khitan maka sungguh ia wajib mandi meskipun tidak keluar mani.” (H.R. Muslim).
2.     Keluar mani, baik karena bermimpi atau sebab lain. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya: “Dari Abu Said al-Khudri ra. sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Air itu dari air.” Maksudnya wajib mandi karena keluar air mani. (H.R. Muslim).
3.    Meninggal dunia. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi sebagai berikut ysng artinya: “Dari Ibnu Abbas ra. sesungguhnya Nabi saw. bersabda tentang orang yang meninggal karena terjatuh dari kendaraannya, mandikanlah ia dengan air dan bidara dan kafanilah dengan dua kainnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
4.     Haidh (menstruasi), yaitu darah yang keluar dari wanita yang telah dewasa pada setiap bulan.
5.    Nifas, yaitu darah yang keluar dari seorang ibu sehabis melahirkan
6.    Wiladah, yaitu melahirkan anak.

b)    Hadas Kecil
Hal-hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah :
1.    Karena keluar sesuatu dari dua lubang, yaitu qubul dan dubur.
2.    Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila, atau sebab lain seperti tidur. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya: “Rasulullah saw. telah bersabda: Telah diangkat pena itu dari tiga perkara yaitu dari anak-anak sehingga ia dewasa (baligh), dari orang tidur sehingga ia bangun, dan dari orang gila sehingga ia sehat kembali.” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
3.    Karena persentuhan antara kulit laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya tanpa batas yang menghalanginya.
4.    Karena menyentuh kemaluan seseorang baik kemaluannya sendiri maupun kemaluan orang lain dengan telapak tangan atau jari. Yang dimaksud dengan telapak tangan dan jari yaitu bagian tangan yang dapat bertemu apabila dihadapkan antara telapak tangan yang kanan dan yang kiri (ditepukkannya). Jika yang mengenai kemaluan selain telapak tangan atau jari maka tidak termasuk yang mengharuskan bersuci dari hadats kecil. Rasulullah saw. Bersabda yang artinya: “Dari Busrah bin Shafwan ra., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: Siapa yang menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu.” (H.R. Lima Ahli Hadits).
Dalam sub poin kali ini kita menggunakan metode pembelajaran tabyin karena metode ini cocok untuk memahamkan peserta didik dalam hal memberikan penjelasan hadats dan metode tafshil berguna untuk tentang macam-macam hadats serta contohnya.
5.    Menjelaskan hadas kecil dan tata cara taharahnya
Hadats kecil menurut istilah syara’ ialah sesuatu kotoran yang maknawi (tidak dapat dilihat dengan mata kasar), yang berada pada anggota wudhu’, yang menegah ia dari melakukan solat atau amal ibadah seumpama solat, selama tidak diberi kelonggaran oleh syara’. Contohnya :buang besar dan buang air kecil, kentut, dll. Sedangkan tata cara thaharanya dengan berwudhu.
Dalam hal ini kita menggunakan metode tafhim dan Ta’syiir karena dengan metode Tafhim dapat memahamkan peserta didik tentang  hadats kecil dan Kemudian ditambahkan dengan metode Ta’syiir dengan tujuan untuk lebih memahamkan peserta didik dengan cara mempraktekkannya agar bisa dipraktekkan dalam kehiidupan sehari-hari.

6.    Menjelaskan hadas besar dan tatacara taharahnya.
Hadats besar mengikut istilah syara’ artinya sesuatu yang maknawi (kotoran yang tidak dapat dilihat oleh mata kasar), yang berada pada seluruh badan seseorang, yang dengannya menegah mendirikan solat dan amal iadah seumpamanya, selama tidak diberi kelonggaran oleh syara’. Contohnya : berhubungan antar kelamin, keluarnya mani, nifas. Sedangkan tatacara thaharanya dengan mandi wajib atau mandi besar.
Dalam hal ini kita menggunakan metode tafhim dan Ta’syiir karena dengan metode Tafhim dapat memahamkan peserta didik tentang  hadats besar dan Kemudian ditambahkan dengan metode Ta’syiir dengan tujuan untuk lebih memahamkan peserta didik dengan cara mempraktekkannya agar bisa dipraktekkan dalam kehiidupan sehari-hari.
7.    Macam-macam najis dengan memberikan contohnya.
a)    Najis Mughallazahah
Najis mughaladah adalah najis berat yang cara membersihkannya adalah dengan cara diusap dengan tanah, kemudian dicuci dengan air sebanyak tujuh kali.
a)    Najis Mukaffafah
Najis mukaffafah adalah najis ringan, artinya najis yang peroses mensucikannya hanya dengan percikan air ke bagian yang terkena najis mukaffafah. Contohnya;   kencing bai laki-laki yang belum makan selain susu ibu, yang berumur belum sampai dua tahun.
b)    Najis Mutawassithah
Najis mutawasithah adalah najis sedang yang cara membersihkannya cukup dicuci dengan air tiga kali atau lebih sampai hilang bau, warna, dan bentuk najisnya.
Najis Mutawasitah terdiri atas dua bagian, yakni :
- Najis 'Ainiyah : Jelas terlihat rupa, rasa atau tercium baunya.
- Najis Hukmiyah : Tidak tampat (bekas kencing & miras)
Contohnya; Air kencing, kotoran buang air besar dan air mani/sperma adalah najis, termasuk bangkai (kecuali bangke orang, ikan dan belalang), air susu hewan haram, khamar, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini kita menggunakan metode pembelajaran tabyin karena metode ini cocok untuk memahamkan peserta didik dalam hal memberikan penjelasan hadats dan metode tafshil berguna untuk tentang macam-macam hadats serta contohnya.
8.Mempraktikkan bersuci dari najis mukhafafah, mutawasyitah, mughaladhah dan najis yang maafkan oleh Allah.
a)    Najis Mukhaffafah (najis ringan)
Untuk mensucikan najis mukhafafah ini yaitu dengan memercikkan air bersih pada bagian yang kena najis.
b)     Najis Mutawasithah (najis sedang)
Untuk membuat suci najis mutawasithah 'ainiyah caranya dengan dibasuh 1 s/d 3 dengan air bersih hingga hilang benar najisnya. Sengankan untuk najis hukmiyah dapat kembali suci dan hilang najisnya dengan jalan dialirkan air di tempat yang kena najis.
d)    Najis Mughaladhah (najis berat)
Najis ini sangat tinggi tingkatannya sehingga untuk membersihkan najis tersebut sampai suci harus dicuci dengan air bersih 7 kali di mana 1 kali diantaranya menggunakan air dicampur tanah.
Dalam hal ini kita menggunakan metode tafhim dan Ta’syiir karena dengan metode Tafhim dapat memahamkan peserta didik tentang  hadats besar dan Kemudian ditambahkan dengan metode Ta’syiir dengan tujuan untuk lebih memahamkan peserta didik dengan cara mempraktekkannya agar bisa dipraktekkan dalam kehiidupan sehari-hari.


BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Secara bahasa, thaharah berarti membersihkan kotoran, baik kotoran yang berwujud maupun kotoran yang tidak berwujud. Secara istila, thaharah artinya menghilangkan hadas, najis, dan kotoran dengan air atau tanah yang bersih. Jadi, thaharah adalah menghilangkan kotoran-kotoran yang masih melekat dibadan yang membuat tidak sahnya shalat dan ibadah lainnya
    Thaharah (bersuci) mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan dengan ibadah. Sebaliknya, ibadah juga berkaitan erat dengan thaharah. Artinya, dalam melaksanakna suatu amalan ibadah, seseorang harus terlebih dahulu berada dalam keadaan bersih lagi suci, baik dari hadas kecil maupun hadas besar, termasuk sarana dan prasarana yang digunakan dalam beribadah, mulai dari pakaian, tempat ibadah dan lain sebagainya. Dengan kata lain, thaharah dengan ibadah ibarat dua mata sisi uang, dimana antara satu dengan yang lainnya tidak bisa saling meniadakan.








DAFTAR PUSTAKA
Ansori, Umar Stanggal. 1987. Fiqih Syafii Sistematis BAB Thaharoh. Jawa Barat: CV Asy Syifa’.
HR. Ahmad (Musnad Abu Hurairah: 8752)
HR. Muslim (Fadlul Wudlu: 556)
Jawas, Yazid Bin Abdul Qadir. 2011. Sifat Wuduh’ Nabi. Bogor:Media Tarbiyah.
Labib. 2006 Fiqih Islam Thaharoh sholat zakat Puasa dan Haji. Surbaya: Bintang Usaha Jaya.
Rifa’i, Dr. H. Moh. 2014. Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
Previous
Next Post »

9 komentar

Click here for komentar
Unknown
admin
24 September 2016 pukul 12.55 ×

assalamualaikum luar biasa mas ijin copy

Reply
avatar
Unknown
admin
25 September 2016 pukul 07.27 ×

waalaikum slam gan...
silahkan gak msalah alahamdulillah bermanfaat

Reply
avatar
Unknown
admin
25 September 2016 pukul 08.43 ×

Nice pos nya gann...!!!
smoga semakin good kedepannya

Reply
avatar
Unknown
admin
25 September 2016 pukul 10.50 ×

mkasih gan...!!!
amin ya Rabb

Reply
avatar
Unknown
admin
25 September 2016 pukul 13.03 ×

iya gan sangat bermanfaat...

Reply
avatar
Unknown
admin
25 September 2016 pukul 20.01 ×

salam gan..
ijin copy buat Nugas

Reply
avatar
Unknown
admin
25 September 2016 pukul 21.03 ×

alhamdulillah mkasih gan
silahkan gak msalah

Reply
avatar
Unknown
admin
25 September 2016 pukul 23.29 ×

assalamualaikum postingannya sangat bermanfaat mas

Reply
avatar
hambali
admin
26 September 2016 pukul 18.06 ×

salam gan...
nice pos gan

Reply
avatar

Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai topik, Mohon maaf komentar dengan nama komentator dan isi komentar yang berbaru P*RN*G*R*FI, OB*T, H*UCK, J*DI dan komentar yang mengandung link aktif, Tidak akan di tampilkan! ConversionConversion EmoticonEmoticon

Thanks for your comment