Seperti telah diketahui bersama, ketika IMF memberikan pendampingan terhadap rehabilitasi perekonomian suatu negara, sejak saat itu IMF akan mendiktekan sejumlah strategi dan kebijakan kepada negara tersebut melalui Letter of Intent (LoI). Isi LoI tersebut mencakup sejumlah strategi dan kebijakan yang harus dijalankan oleh negara yang meliputi kebijakan makro ekonomi jangka menengah dan perbaikan struktural yang selalu diperbarui sehingga akhirnya terakumulasi dalam jangka panjang. Strategi kebijakan makro ekonomi itu meliputi rekonstruksi institusi perekonomian dan perbaikan eksploitasi sumberdaya alam, kebijakan fiskal, kebijakan moneter, kurs tukar mata uang, sistem pembayaran, dan program jamiman sosial. Sementara itu, perbaikan struktural meliputi kebijakan perdagangan, perbaikan perbankan, perbaikan hukum, privatisasi BUMN, dan iklim persaingan yang sehat; juga mencakup perbaikan struktural dalam bidang pertanian, kehutanan, lingkungan, serta perbaikan usaha kecil dan menengah.
LoI meliputi sebagian besar strategi dan kebijakan makro negara. Sekalipun sering dikatakan bahwa konsep semua itu diusulkan oleh pemerintah sendiri tetapi keputusan akhirnya berada di tangan IMF. Sering kita ketahui bahwa isi LoI tidak lebih merupakan keinginan dan rancangan IMF. Dalam pelaksanaannya, IMF kemudian akan melakukan evaluasi, dan orang IMF akan masuk ke banyak departemen dan institusi terkait.
Dari sini, kita dapat melihat bahwa IMF-lah yang mengendalikan dan mendikte strategi dan kebijakan pemerintah. Mereka mengintervensi hampir seluruh departeman dan institusi penting negara. Kesan inilah yang dirasakan oleh ketua BPPN hingga ia mengusir tim review IMF dan Bank Dunia (Koran Tempo, 27 Mei 2002). Intervensi dan ulah IMF yang mendikte kebijakan pemerintah itu sebenarnya sudah dirasakan sejak pertama. Sejak 1997 sampai sekarang, sudah lima kali LoI diperbaharui, dan LoI keenam masih dalam pembicaraan. Resep yang diberikan oleh IMF terbukti tidak manjur. Bahkan, menurut Kwik dalam surat IMF dalam rangka perpanjangan LoI keenam kalinya, pemaksaan IMF itu semakin terasa dan ia menilai isi surat itu lebih mirip Sales Intent (kesepakatan penjualan) daripada Letter of Intent. Dengan kata lain, IMF memaksa pemerintah untuk mengikuti skenario IMF dalam menjual aset-aset pemerintah yang ada di bawah BPPN. Skenario IMF itu sangat merugikan pemerintah. Bagaimana tidak, IMF dan Bank Dunia meminta agar penjualan sejumlah aset itu dilakukan secara paket. Setelah dicek oleh kepala BPPN ke sejumlah investor di Singapura, ternyata mereka hanya berani menawar 8-10 persen recovery bagi BPPN. Jelas, hal itu sangat merugikan negara.
Dari kebijakan yang diminta oleh IMF dan Bank Dunia itu, terlihat bahwa IMF lebih sekadar mewakili kepentingan investor asing yang ingin mendapatkan aset-aset negara dengan harga murah. Kebijakan seperti inilah—yaitu yang selalu merugikan negara dan mengun-tungkan kapitalis asing—yang diminta oleh IMF dalam menangani penjualan aset negara. Kerugian di atas hanya dari penjualan enam aset, sementara di bawah BPPN ada sekitar 2500 aset. Dapat dibayangkan, berapa kerugian negara dalam hal ini; belum ditambah kerugian dari sejumlah aset yang sudah dijual sebelumnya.
Menyadari banyaknya kerugian yang ditanggung oleh negara, Kwik menyerukan perlunya menghentikan kontrak dengan IMF. Kehadiran lembaga multilateral itu tidak berdampak positif bagi Indonesia (Republika, 08/06/2002). Seruan itupun mendapat dukungan dari banyak tokoh, di antaranya Wapres Hamzah Haz, Ketua MPR Amien Rais, dan sejumlah ekonom.
Di antara sejumlah dampak buruk IMF itu adalah terjadinya penumpukan utang yang menjadikan Indonesia sulit untuk melepaskan diri dari cengkeraman utang. Menurut Rizal Ramli, IMF telah membuat diagnosis dan obat yang tidak benar yang membuat krisis di Indonesia lebih parah. Ibarat dokter, IMF melakukan malpraktik, karena tidak ada contoh di negara besar IMF bisa sukes. Rusia, Turki, Brazil, dan Argentina ternyata tergelincir lebih parah. Setelah ditangani IMF malah utangnya lebih besar. (Detik.com, 08/06/2002). Namun sebenarnya bukan hanya di negara besar, bahkan hampir semua negara yang ditangani oleh IMF utangnya malah semakin menumpuk dan kondisinya semakin memburuk seperti di Ceko, Venezuela, Zambia, Tanzania, sejumlah negara di Afrika, dan lain-lain. Sebaliknya, negara yang memutuskan kontrak dengan IMF malah lebih cepat pulih perekonomiannya seperti Thailand yang memutuskan hubungan dengan IMF sejak dua tahun lalu dan Korea Selatan sejak tiga setengah tahun lalu.
Utang Indonesia sendiri sudah lebih dari 1400 triliun rupiah. Kwik mengungkapkan bahwa IMF memaksa Indonesia untuk mengambil utang setiap kali LoI diluncurkan. Celakanya, sekalipun utang itu sudah dikucurkan, ia tidak boleh digunakan oleh Indonesia sementara bunganya harus tetap dibayar. Bunga yang ditetapkan oleh IMF adalah sebesar 4 persen, padahal sukubunga deposito yang diberikan Citibank Singapura saja hanya sebesar 0,34 persen pertahun. (Sijori Pos, 01/06/2002).
Sebagian utang yang diterima Indonesia itu ditambah dengan hasil penerbitan obligasi yang digunakan untuk melaksanakan program penyehatan perbankan sesuai “anjuran” IMF yang justru menghasilkan dampak buruk. Beban obligasi yang harus ditanggung pemerintah, menurut perhitungan BPPN, diperkirakan akan mencapai 7000 triliun rupiah. Kalaupun ada bank yang berangsur sehat, itupun diharuskan untuk dijual dan lagi-lagi akan jatuh ke tangan asing. Jadi, Indonesia yang harus menanggung beban, sementara hasilnya dinikmati pihak asing. Karena itu, tidak salah kalau dikatakan bahwa IMF bekerja demi kepentingan kapitalis (pihak asing) dan negara-negara besar. Ini terlihat dari syarat yang dipasang di LoI; yang tampak bukanlah semata-mata untuk tujuan pemulihan ekonomi dari krisis yang berkepanjangan, tetapi di baliknya termuat kepentingan pihak asing. Negara yang diberikan asistensi oleh IMF bukanlah keluar dari krisis malah semakin bangkrut. Salah satu contoh konkretnya adalah Argentina.
Tidak kalah buruknya adalah kebijakan privatisasi BUMN yang sesuai dengan anjuran IMF, padahal BUMN itu merupakan aset negara (rakyat) dan banyak di antaranya yang berorientasi memberikan pelayanan publik. Karena beralih dikuasai pihak swasta (asing) yang sepenuhnya berorientasi profit, pelayanan publik akan semakin mahal. Yang susah pada akhirnya adalah rakyat. Beban hidup semakin berat ditambah lagi dengan beban pembayaran utang.
Bahaya strategis lain yang mengancam adalah kenyataan bahwa IMF selalu mengevaluasi pelaksanaan LoI. Untuk itu, IMF bisa mengakses semua departeman dan institusi terkait. Dengan dalih untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan LoI, IMF akan bisa mendapatkan data tentang potensi negara. Padahal, IMF lebih mencerminkan sebagai agen kapitalis dan negara-negara kapitalis besar khususnya Amerika. Data itu akan memudahkan mereka untuk membuat strategi dalam rangka tetap mengeksploitasi Indonesia, seperti yang dilakukan selama ini, yang ujung-ujungnya akan dapat melanggengkan dominasi dan cengkeraman asing atas Indonesia.
IMF: Alat Penjajahan Baru
‘Kesalahan’ yang dilakukan oleh IMF sebenarnya tidak bisa diibaratkan sebagai malpraktik (salah prosedur) seorang dokter, karena malpraktik tidak mungkin terjadi berulang-ulang, sementara ‘kesalahan’ yang dilakukan oleh IMF terus terjadi secara berulang di berbagai negara. Jadi, IMF tidak lebih merupakan ‘dokter jahat’ yang melakukan praktik bukan demi menyembuhkan pasien, tetapi untuk memperpanjang penderitaan si pasien agar ia tetap menjadi pasiennya dan terus meminta obat darinya, padahal obat yang diberikan selalu salah. Artinya, sebagai ‘dokter yang jahat’, seharusnya IMF sudah dihukum mati karena korbannya adalah sejumlah negara dengan rakyat yang jumlahnya miliaran. Apa yang dilakukan oleh IMF itu lebih mencerminkan kesengajaan sebagai salah satu skenario penjajahan baru untuk mengeksploitasi negara-negara yang diasistensi oleh IMF.
Seluruh resep yang diberikan oleh IMF sebenarnya justru mengarahkan negara untuk melaksanakan secara utuh sistem ideologi kapitalis dan menjauhkannya dari sistem Islam. Sebab, diterapkannya sistem ideologi kapitalis sajalah akan melanggengkan cengkeraman negara-negara kapitalis dan kaum kapitalis atas suatu negara. Jika suatu negara menerapkan sistem ideologi kapitalis, negara tersebut akan terus bergantung pada negara-negara kapitalis besar. Hal itu akan tetap menjadikan negara kapitalis besar menancapkan cengkeraman kukunya secara lebih mendalam. Ditambah lagi, negara kapitalis besar itu akan mendapatkan tempat bagi ujicoba strategi dan kebijakan yang mereka susun. Dengan begitu, kalaupun strategi dan kebijakan itu salah, maka yang akan merasakan akibat buruknya adalah rakyat negara yang menjadi obyek percobaan, bukan mereka. Sungguh, ini merupakan aksi yang sangat jahat!
Selain itu, dengan begitu, mereka akan semakin menjauhkan kaum Muslimin dari ideologi Islam sebagai satu-satunya rival yang akan mengancam kelanggengan ideologi kapitalis setelah tenggelamnya ideologi sosialisme-komunis. Mereka sadar bahwa hanya ideologi Islam dan negara yang menerapkan ideologi Islamlah yang akan dapat menggulung kesombongan mereka dengan ideologi kapitalisnya itu.
Allah telah menyatakan niat jahat mereka itu melalui firman-Nya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani itu tidak akan pernah rela kepadamu hingga kamu mengikuti jalan hidup mereka. (TQS al-Baqarah [2]: 120).
Mereka sebenarnya adalah musuh yang berpura-pura bersikap manis dan berpura-pura menolong, padahal hakikatnya mereka ‘penyolong’ dan musuh yang hendak memangsa kaum Muslim. Allah menegaskan bahwa orang-orang kafir itu merupakan musuh yang nyata bagi kita, sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagi kalian. (TQS an-Nisa’ [4]: 101).
Allah menegaskan bahwa hakikat mereka adalah musuh. Tidak ada musuh yang menghendaki kebaikan dan kejayaan bagi kita. Kalaupun mereka menampakkan sikap baik, itu hanyalah untuk menutupi niat jahat yang mereka sembunyikan di dalam hati-hati mereka.
Karena itu, sikap yang tepat yang harus kita ambil adalah memutus hubungan dengan IMF dan Bank Dunia, karena keduanya merupakan agen musuh. Apalagi realita telah dengan gamblang menunjukkan kepada kita bahwa saran-saran yang mereka berikan justru menjerumuskan ke arah yang lebih buruk dengan beban utang yang menumpuk, dikuasainya kekayaan alam oleh pihak asing, menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat, dan menjadikan kita hanya sebagai pasar bagi produk mereka serta penyedia tenaga kerja dan bahan baku yang murah.
Lebih dari itu, karena kita telah mengaku beriman kepada Allah, kita meyakini akan kebenaran firman-Nya yang sampai kepada kita melalui lisan Nabi-Nya, Muhammad saw., yang telah kita benarkan dan kita yakini kenabian dan kerasulannya. Allah berfirman melarang kaum Muslim untuk berwali kepada orang-orang kafir. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman setia. (TQS al-Mumtahanah [60]: 1)
Janganlah orang-orang Mukmin menjadikan orang-orang kafir sebagai penolong dengan melupakan kaum Mukmin. (TQS Ali Imran [3]: 28).
Khatimah
Jelas sekali bagi kita bahwa IMF dan Bank Dunia justru menjerumuskan kita ke dalam kehidupan yang buruk dan lebih hina. Jelas pula bahwa mereka tidak lain hanyalah agen penjajahan baru. Mereka hanya akan menjauhkan kita dari ideologi Islam yang lurus. Karena itu, menjadi tugas dan kewajiban siapa saja yang memegang urusan kaum Muslim untuk memutuskan hubungan dengan IMF dan Bank Dunia. Tidak sepantasnya kaum Muslim terus menjadikan mereka sebagai kawan setia dan penolong dengan meninggalkan kaum Muslim. Sebab, hal itu jelas merupakan pengkhianatan kepada kaum Muslimin dan dosanya di sisi Allâh sangatlah besar.
Hendaknya kaum Muslim menyadari bahwa IMF dan Bank Dunia serta lembaga internasional lainnya hakikatnya adalah (agen) musuh yang hendak memangsa kita. Karena itu, tidak selayaknya kita terus bermesraan dengan mereka; tidak selayaknya kita mengikuti ideologi kapitalis yang mereka emban dengan meninggalkan ideologi Islam yang luhur. Sudah saatnya kita kembali pada risalah Islam karena hanya dengan risalah Islamlah kita mendapatkan kehidupan yang sebenarnya. Allah dan Rasul-Nya menyeru kita pada risalah yang memberikan kehidupan kepada kita sehingga sudah seharusnya kita penuhi seruan itu. Allah SWT berfirman: Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya jika Rasul menyerukan sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian. (TQS al-Anfal [8]: 24).
Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.
Lebih dari 25.000 kaum Muslim di kota Bam, Iran meninggal dunia akibat gempa Bumi.
Innâlillâhi wa innâ ilaihi rooji’ûn
Silahkan berkomentar dengan bijak sesuai topik, Mohon maaf komentar dengan nama komentator dan isi komentar yang berbaru P*RN*G*R*FI, OB*T, H*UCK, J*DI dan komentar yang mengandung link aktif, Tidak akan di tampilkan! ConversionConversion EmoticonEmoticon